JATENG — Dalam perjalanan penegakan hukum, tak jarang kebenaran yang sejati justru tertutupi oleh kabut stigma dan prasangka. Demikianlah yang kini menimpa klien kami, Mami Uthe, seorang perempuan pekerja biasa, yang kini menghadapi proses hukum dengan tuduhan sebagaimana diatur dalam Pasal 296 KUHP. Tuduhan ini, bagi kami, adalah tuduhan yang sangat tidak adil dan mengabaikan realitas peran serta posisi beliau yang sebenarnya.
Mami Uthe bukan mucikari. Dia hanya seorang karyawan. Tugasnya hanya satu: membacakan daftar menu yang disodorkan oleh manajemen tempat ia bekerja. Daftar tersebut memang menggunakan istilah-istilah asing yang tidak dipahami maknanya secara menyeluruh oleh klien kami. Ia tidak pernah mengetahui bahwa menu yang ia bacakan bisa ditafsirkan sebagai bentuk eksploitasi. Yang ia tahu, ia sedang bekerja. Berusaha mencari nafkah dengan cara yang dia pikir halal dan jujur.
Ironisnya, di tengah ketidaktahuannya itu, ia kini dikurung, ditahan, dan diperlakukan seperti pelaku utama. Sementara itu, pihak-pihak yang diduga mengatur, menyusun, dan memanfaatkan sistem kerja yang menjerumuskan itu masih bebas melenggang, seolah tak tersentuh oleh hukum.
Kami, selaku tim kuasa hukum Mami Uthe – Angga Kurnia Anggoro & Artdityo – memandang bahwa penahanan terhadap klien kami sangatlah tidak tepat dan seharusnya mempertimbangkan asas keadilan, rasa kemanusiaan, dan Pasal 21 KUHAP yang mengatur tentang syarat-syarat penahanan. Penahanan seharusnya tidak dijadikan alat untuk menghakimi lebih dulu seseorang yang justru belum terbukti bersalah.
Lebih jauh, Mami Uthe justru telah melaporkan pihak manajemen yang bertanggung jawab dan berperan dalam skema sistem yang menyesatkan ini. Klien kami adalah saksi sekaligus korban dari sistem manipulatif yang didesain untuk memanfaatkan ketidaktahuan dan kerentanan pekerja kecil seperti dirinya.
Seruan Keadilan
Kami menyerukan kepada masyarakat luas, media, serta para penegak keadilan untuk melihat perkara ini dengan hati nurani dan kejernihan pikiran. Jangan biarkan hukum menjadi alat pembungkam suara mereka yang lemah. Jangan sampai perempuan pekerja kecil seperti Mami Uthe dikorbankan demi pencitraan atau kepentingan sesaat.
Hukum seharusnya melindungi mereka yang lemah, bukan malah menghukum mereka karena ketidaktahuan.
M Riyadi